
Kata kunci : Perpustakaan, digital native, kreator, media sosial Dipresentasikan pada acara SLiMS Commeet West Java 2016: “Senayan Library Management System Community Meet Up West Java Bandung, 17-18 Desember 2016”. Hasil kajian ini adalah mengenalkan tindakan yang bisa dilaksanakan oleh perpustakaan untuk memenuhi kebutuhan dan memelihara para kreator dari generasi digital. Peneliti menggunakan berbagai literatur yang membahas karakteristik generasi digital dan contoh praktik perpustakaan yang diperoleh dari buku, hasil penelitian, jurnal, majalah, artikel, surat kabar, internet dan sumber terkait lainnya. Kajian yang bertujuan untuk menjelaskan kreator generasi digital dan contoh praktik perpustakaan ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif dan menekankan pengumpulan data menggunakan kajian studi pustaka. Perpustakaan diharapkan mampu menganalisis kebutuhan generasi digital dan mewadahi mereka serta selalu memperbaharui kebutuhannya. Dimana masyarakat dan perpustakaan memiliki keterkaitan yang strategis.

Aktivitas tersebut merupakan salah satu dinamika yang ada di masyarakat. Belakangan ini bermunculan kreator-kreator terkenal yang tidak hanya merubah perilaku generasi digital namun juga mendatangkan penghasilan.

Tumbuhnya kreator konten media di Indonesia disinyalir populernya tiga konten media sosial yang sering dikunjungi pengguna internet yaitu Facebook (54%), Instagram (15%), dan Youtube (11%).

Kreator merupakan pencipta atau produsen konten tertentu di media khususnya di media sosial. Salah satu aktivitas yang dilakukan oleh generasi digital telah menjadikan dirinya sendiri sebagai kreator. Generasi digital membuktikan diri dengan beragam aktivitasnya mendominasi pengguna internet yakni 42,8% dari total 132,7 juta orang. Dampaknya sampai menjadikan lebih dari setengah jumlah penduduk Indonesia sebagai pengguna internet. Begitu pula dengan kemajuan internet yang semakin masif membuat dunia terasa menyempit, batas ruang dan waktupun menjadi relatif. Dalam perkembangan teknologi, generasi digital memiliki karakter tersendiri yang tidak terlepas dari aktivitas pemanfaatan teknologi. Lahirnya istilah generasi digital merupakan implikasi dari pesatnya perkembangan teknologi. Perdebatan sumberdaya informasi dipercaya akan membawa pada perkembangan bidang informasi dan komunikasi yang belum mencapai titik jenuhnya hingga dekade mendatang. Asumsi melakukan plagiat besar-besaran sebagai bentuk baru pengemasan informasi dalam berinovasi mengerjakan tugas-tugas kuliah adalah sesuatu yang unik. Program managemen perpustakaan yang memberikan kemudahan terhadap ilmu pengetahuan seharusnya memotivasi mahasiswa untuk berkembang, mengembangkan ilmu pengetahuannya. Penelitian ini bertipe konstruksionis untuk menjelaskan search engine sebagai penyedia konten mahasiswa. ICT sebagai bagian dari IPTEK adalah media presentasi, sarana penyebaran informasi yang signifikan, berpengaruh pada paruh kedua abad 20. Ini juga titik ketika kemapanan yang paling rentan pada paradigma kepustakawanan, profesi pustakawan telah mencapai titik nadir karena terus bermain dengan pakem masa lalu dalam pelayanannya, sementara teknologi yang muncul membaik secara eksponensial. Kurva S mengemukakan bahwa teknologi baru cenderung untuk menggantikan yang lama dalam mode terputus-putus. Foster mendeskripsikan Pustakawan berada ditengah tengah perubahan yang terputus dengan asumsi pada sejumlah pertanyaan dari Pustakawan sebagai akademisi.

Konsekuensi dari Revolusi Digital, akademisi Pustakawan saat ini berhadapan langsung dengan penyedia informasi.
